Oleh:
KH
Bachtiar Nasir
SEJATINYA, tugas utama seorang ayah terhadap anak-anaknya, sebagaimana
yang Luqman Al-Hakim ajarkan dalam surat Luqman ayat 13-17 adalah:
Pertama, menanamkan nilai tauhid. Bahwa, hanya ada satu sembahan yang
wajib kita sembah yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Segala titah-Nya adalah
mutlak dan kita sebagai hamba-Nya tidak boleh menyimpang dari ketentuan yang
diberikan-Nya.
Kedua, jauhkan anak dari kemusyrikan. Anak tidak boleh sampai terbujuk
atau menuruti siapa pun dan apa pun yang menyuruh atau membujuknya untuk
menduakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam apa pun persoalan kehidupan yang
dihadapinya. Bahkan, bila yang menyuruh hal tersebut adalah kedua orangtuanya.
Ketiga, mendisiplinkan anak terhadap syariat Allah Ta’ala. Bahkan,
targetkan anak sebagai agent of sharia, yang ikhlas dalam mengajak pada
kebaikan dan berani mencegah kemunkaran.
Dalam menjalankan
tiga tugas utama ini, seorang ayah harus tahu betul langkah-langkah apa yang
diambilnya. Karena, setiap langkah yang diambil dan setiap sikap yang
dicontohkan olehnya akan menjadikan anak menjadi salah satu dari empat jenis
anak yang nantinya akan dihadapi olehnya sendiri. Baik dalam lingkup tanggung
jawab dunia akhirat, maupun dari keseharian hidup, dan seperti apa nantinya
kepribadian si anak ketika dewasa nanti.
Ada pun empat jenis
anak di dalam Alquran adalah:
Pertama, anak sebagai fitnah. Anak adalah ujian tersendiri bagi kedua
orang tua. Hadir atau tidak hadirnya si buah hati dalam sebuah rumah tangga,
sejatinya menjadi ujian yang sama berat. Saat si buah hati tak kunjung hadir,
maka hal itu menjadi ujian kesabaran dan ketawakalan sepasang suami istri. Akan
tetapi, ketika anak hadir, maka ujian yang tak kalah berat terus menerus akan
menghiasi keseharian orangtua. Di samping kebahagiaan yang juga tak putus. Oleh
karena itu, Allah berfirman dalam surat Al-Anfal ayat 28:
وَٱعْلَمُوٓا۟
أَنَّمَآ أَمْوَٰلُكُمْ وَأَوْلَٰدُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ ٱللَّهَ عِندَهُۥٓ
أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Dan ketahuilah,
bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di
sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Kisah-kisah para
Nabi dan Rasul, juga orang-orang saleh yang mendapatkan ujian lewat anak-anak
mereka; kiranya dapat menjadi teladan, bagaimana kita bisa dapat dengan baik
mendidik anak-anak hingga menjadi generasi yang saleh.
Kedua, anak sebagai perhiasan. Anak tipe ini diperlakukan oleh
orangmtuanya dengan selalu dipakaikan baju bagus, dibelikan mainan bagus,
diberi gadget mahal, disekolahkan di lembaga popular – yang meskipun tentu
sesuai dengan minat dan bakat anak; semata sebagai alat pamer. Anak dijadikan
perhiasan bagi hatinya. Padahal anak juga belum tentu paham – bahkan orang
tuanya sendiri belum tentu paham apa esensi dari semua yang mereka lakukan
untuk anaknya. Selain untuk memamerkan apa yang mereka miliki dan memuaskan ego.
Sungguh, anak dan harta adalah permainan dan perhiasan yang kapan pun dapat
tamat dan lenyap dalam sekejap.
Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla dalam surat Al-Hadid ayat
20:
ٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ
وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَوْلَٰدِ ۖ
كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ ٱلْكُفَّارَ نَبَاتُهُۥ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَىٰهُ
مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَٰمًا ۖ وَفِى ٱلْءَاخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ
وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضْوَٰنٌ ۚ وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا
مَتَٰعُ ٱلْغُرُورِ
“Ketahuilah, bahwa
sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan,
perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang
banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para
petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning
kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan
dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah
kesenangan yang menipu.”
Ketiga, anak sebagai musuh. Ini adalah jenis yang paling ekstrem dalam
hubungan anak dan orang tua dan yang paling tidak diinginkan siapa pun. Namun,
jenis anak yang seperti ini banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Juga beberapa dalam hubungan anak-orangtua para Nabi.
Anak jenis ini
biasanya akan menjadi penghalang kedua orang tuanya berbuat baik dan
mengerjakan ibadah. Sekaligus menjadi pangkal keresahan dan kesedihan kedua
orang tuanya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengupayakan cara didik
terbaik sedari kecil, sehingga anak ketika dewasa tidak menjadi sebab berbagai
kesedihan dan penentangan syariah.
Mengenai anak yang
menjadi musuh bagi orangtuanya ini, Allah Azza wa Jalla berfirman dalam surat
Ath-Taghabun ayat 14:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّ مِنْ أَزْوَٰجِكُمْ وَأَوْلَٰدِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ
فَٱحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِن تَعْفُوا۟ وَتَصْفَحُوا۟ وَتَغْفِرُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ
غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Hai orang-orang
mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi
musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan
dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.”
Keempat, anak sebagai qurrata ‘ayun atau penyejuk mata kedua orang
tuanya. Ini adalah kondisi anak yang paling didambakan oleh orang tua mana pun.
Cara mendapatkan anak dambaan ini adalah dengan menanamkan tauhid sedari ia
masih kecil.
Didiklah ia untuk
mencintai Allah, Rasul-Nya, dan syariah Islam dengan cara yang disukai dan
dimengerti olehnya. Hadirkan suasana untuk mengenal dan mencintai Allah dan
Rasul-Nya. Hadirkan pula hal-hal yang akan mendukung tumbuhnya rasa cinta
tersebut sedari mereka belia. Misalnya untuk membuat anak mau mencintai jilbab,
berikanlah contoh berjilbab yang baik, nyaman, dan indah. Sehingga dalam
pandangan anak, jilbab adalah sesuatu yang menyenangkan dan nyaman. Ingatlah
hal konkret adalah tangga untuk membuat anak memahami hal yang abstrak.
Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman dalam surat Al-Furqan ayat 24:
أَصْحَٰبُ ٱلْجَنَّةِ
يَوْمَئِذٍ خَيْرٌ مُّسْتَقَرًّا وَأَحْسَنُ مَقِيلًا
“Penghuni-penghuni
surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat
istirahatnya.”
Semoga Allah Ta’ala
mengaruniai kita anak-anak yang taat pada Allah dan Rasul-Nya serta berbakti
pada kita sebagai orang tuanya hingga kita tak perlu khawatir apa yang akan
mereka sembah setelah kita wafat. “Rabbanaa hablana min azwaajinaa wa dzurriyyaatina qurrata a’yuniw
waj’alnaa lil muttaqiina imaama”.*
Sumber: https://bachtiarnasir.com/parenting/tugas-utama-seorang-ayah/