Oleh:
KH Bachtiar
Nasir
DALAM Islam ada
ajaran yang harus menjadi pegangan kita sebagai muslim yaitu al-Wala` wa
al-Bara`. Secara bahasa, al-wala` berarti dekat, cinta, menolong dan mengikuti.
Sedangkan al-bara` berarti jauh, benci, memusuhi dan berlepas diri.
Al-Wala` dan
al-Bara` ini adalah bagian penting dari akidah seorang mukmin yang merupakan
manifestasi dari syahadatain (لا إله إلا الله ومحمد رسول الله) yang selalu
diikrarkan dalam setiap shalat kita. Yaitu kita mencintai apa yang dicintai
Allah dan Rasul-Nya dan membenci apa yang dibenci Allah dan Rasul-Nya. Banyak
sekali ayat dalam Alquran dan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menekankan akidah ini dalam diri dan jiwa seorang mukmin.
Al-wala`
berarti mencintai Allah dan mencintai apa yang dicintai-Nya, yaitu mencintai
Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan mentauhidkan-Nya serta
selalu mendukung kaum beriman itu dan menolong mereka. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا
وَلِيُّكُمُ اللَّـهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ
وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ ﴿٥٥﴾ وَمَن يَتَوَلَّ اللَّـهَ وَرَسُولَهُ
وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّـهِ هُمُ الْغَالِبُونَ ﴿٥٦
“Sesungguhnya
penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi
penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti
menang.” (Surat Al-Maidah [5]: 55-56).
وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّـهَ
وَرَسُولَهُ ۚ أُولَـٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّـهُ ۗ إِنَّ اللَّـهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Surat At-Taubah [9]:
71).
Allah Subhanahu
wa Ta’ala juga menegaskan bahwa hubungan antar sesama umat Islam itu sangat
kuat dengan menggambarkannya sebagai hubungan persaudaraan. Bahkan melebihi
ikatan hubungan darah jika berbeda keyakinan. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّـهَ لَعَلَّكُمْ
تُرْحَمُونَ
“Orang-orang
beriman itu sesungguhnya bersaudara sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat.” (Surat Al-Hujurat [49]: 10).
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menegaskan kuatnya hubungan itu dalam banyak
haditsnya:
عَنْ النُّعْمَانِ
بْنِ بَشِيرٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
: مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ ، مَثَلُ
الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ
وَالْحُمَّى
Dari al-Nu’man
bin Basyir, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Perumpamaan kaum mukminin dalam kecintaan dan kasih sayang antar mereka adalah
bagaikan satu jasad, apabila satu anggota tubuh sakit maka seluruh badan akan
susah tidur dan terasa panas.” (Riwayat Muslim).
عَنْ أَنَسٍ
، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ
حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Anas
meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak sempurna
keimanan seseorang dari kalian sampai dia mencintai untuk saudaranya
sebagaimana dia mencintai untuk dirinya sendiri. “ (Riwayat Bukhari dan
Muslim).
Maka loyalitas
seorang mukmin itu adalah kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman.
Sedangkan
Al-bara` berarti membenci semua yang dibenci dan dimurkai Allah dan berlepas
diri dari golongan yang Allah berlepas diri dari mereka. Allah berfirman:
قَدْ كَانَتْ
لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ
إِنَّا بُرَآءُ مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّـهِ كَفَرْنَا بِكُمْ
وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤْمِنُوا
بِاللَّـهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ
وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّـهِ مِن شَيْءٍ ۖ رَّبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا
وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
Sesungguhnya
telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya
kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain
Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu
permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah
saja Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: “Sesungguhnya aku akan
memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu
(siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata): “Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami
bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada
Engkaulah kami kembali”. (Surat al-Mumtahanah [60]: 4).
Dalam ayat lain
Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan:
وَأَذَانٌ
مِّنَ اللَّـهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ أَنَّ اللَّـهَ
بَرِيءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ ۙ وَرَسُولُهُ ۚ
Dan (inilah)
suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari
haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari
orang-orang musyrikin..(Surat At-Taubah [9]: 3).
Sebagai orang
yang mengaku beriman, kita tidak boleh mencintai orang atau golongan yang
dibenci oleh Allah karena mereka menentang Allah dan Rasul-Nya dan menjadi
musuh-Nya. Meskipun mereka adalah keluarga dan karib kerabat kita. Allah
berfirman:
لَّا تَجِدُ
قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّـهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّـهَ
وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ
عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُولَـٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍ
مِّنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ
فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّـهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ أُولَـٰئِكَ حِزْبُ اللَّـهِ
ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّـهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Kamu tak akan
mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang
dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang
itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.
Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan
menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan
dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa
puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (Surat
al-Mujadilah [58]: 22).
Allah juga
menjelaskan bahwa orang-orang kafir itu adalah musuh Allah yang seharusnya juga
kita jadikan sebagai musuh karena kekafirannya.
مَن كَانَ
عَدُوًّا لِّلَّـهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللَّـهَ
عَدُوٌّ لِّلْكَافِرِينَ
Barang siapa
yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan
Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (Surat
al-Baqarah [2]: 98).
عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لأَبِي
ذَرٍّ : ” أَيُّ عُرَى الإِيمَانِ أَظُنُّهُ قَالَ : أَوْثَقُ ؟ ” قَالَ : اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ ، قَالَ : ” الْمُوَالاةُ فِي اللَّهِ ، وَالْمُعَادَاةُ فِي
اللَّهِ ، وَالْحُبُّ فِي اللَّهِ ، وَالْبُغْضُ فِي اللَّهِ. رواه الطبرانى والبيهقى
Dari Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Tali iman yang paling kuat adalah saling berkasih-sayang karena
Allah, memusuhi karena Allah, mencintai karena Allah dan membenci karena
Allah”. (Riwayat Thabrani dan Baihaqi).
Jika ada
saudara kita yang beriman tetapi dia berbuat maksiat, maka kita bermuwalah
(loyalitas dalam artian cinta dan menolong) kepadanya karena keimanannya dan
membenci kemaksiatan yang dilakukannya. Kecintaan kepada saudara seiman itu
mengharuskan kita untuk memberikan nasehat dan mengingkari maksiat dan
kemunkaran yang mereka lakukan. Kita tidak boleh diam atas maksiat dan
kemunkaran yang mereka lakukan. Tetapi kita harus melakukan amar makruf nahi
munkar serta menjatuhkan hukuman atas maksiat dan kemunkaran yang mereka
lakukan agar mereka berhenti dari kemunkaran yang mereka lakukan dan kembali ke
jalan Allah Ta’ala. Rasulullah SAW menegaskan:
عنْ أَنَسٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
: ” انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا
فَقَالَ رَجُلٌ : يَا رَسُولُ اللهِ ، أَنْصُرُهُ إِذَا كَانَ مَظْلُومًا ،
أَفَرَأَيْتَ إِذَا كَانَ ظَالِمًا كَيْفَ أَنْصُرُهُ ؟ ، قَالَ : تَحْجُزُهُ أَوْ
تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمِ ، فَإِنَّ ذَلِكَ نَصْرُهُ
Dari Anas ra.
ia berkata, “Rasulullah SAW. bersabda: “Tolonglah saudaramu ketika dia berbuat
zalim atau dizalimi.” Maka seorang
laki-laki bertanya, “Ya Rasulullah aku bisa menolongnya jika ia dizalimi, lalu
bagaimana aku bisa menolongnya jika ia berbuat zalim? Maka Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kamu menghlangi atau mencegahnya dari
berbuat zalim, maka itulah bentuk menolongnya.” (Riwayat Bukhari).
Jika ada
sebagian orang yang mengaku dirinya beriman, lalu membenci orang beriman lain
yang berbuat maksiat melebihi kebenciannya kepada orang kafir, maka hal itu
adalah bentuk pemutarbalikkan dan suatu hal yang aneh bagi seseorang yang
mengaku dirinya beriman. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah menegaskan:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِم
بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُم مِّنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ
وَإِيَّاكُمْ ۙ أَن تُؤْمِنُوا بِاللَّـهِ رَبِّكُمْ إِن كُنتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا
فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي ۚ تُسِرُّونَ إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا
أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنتُمْ ۚ وَمَن يَفْعَلْهُ مِنكُمْ فَقَدْ
ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ
Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman
setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa
kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang
datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman
kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku
dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan
secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih
sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu
nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya
dia telah tersesat dari jalan yang lurus. (Surat al-Mumtahanah [60]: 1).
Islam
memerintahkan kita untuk berlaku adil dan objektif dalam menilai sesuatu
meskipun itu berhubungan dengan kaum yang kita benci. Allah menegaskan:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّـهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ
شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ
ۖ وَاتَّقُوا اللَّـهَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(Surat Al-Maidah [5]: 8).
Yang menjadi
pegangan seorang muslim adalah kebenaran, dan hikmah adalah barang hilangnya
yang akan selalu ia ambil dimanapun dan dari siapapun ia mendapatkannya.
قَالَ
الْمُسْتَوْرِدُ الْقُرَشِيُّ عِنْدَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَقُولُ : ” تَقُومُ السَّاعَةُ وَالرُّومُ أَكْثَرُ
النَّاسِ ” ، فَقَالَ لَهُ عَمْرٌو : أَبْصِرْ مَا تَقُولُ ، قَالَ : أَقُولُ مَا سَمِعْتُ
مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : لَئِنْ ، قُلْتَ
: ” ذَلِكَ إِنَّ فِيهِمْ لَخِصَالًا أَرْبَعًا إِنَّهُمْ لَأَحْلَمُ النَّاسِ عِنْدَ
فِتْنَةٍ ، وَأَسْرَعُهُمْ إِفَاقَةً بَعْدَ مُصِيبَةٍ ، وَأَوْشَكُهُمْ كَرَّةً بَعْدَ
فَرَّةٍ وَخَيْرُهُمْ لِمِسْكِينٍ وَيَتِيمٍ وَضَعِيفٍ ، وَخَامِسَةٌ حَسَنَةٌ جَمِيلَةٌ
، وَأَمْنَعُهُمْ مِنْ ظُلْمِ الْمُلُوكِ. رواه مسلم
Al Mustaudir Al
Qurasy berkata didekat Amru bin Al Ash: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Salam bersabda: “Kiamat terjadi dan Romawi adalah manusia yang
paling banyak.” Amru berkata: Perhatikan ucapanmu. Ia berkata: Aku mengatakan
yang aku dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Ia berkata, “Jika
demikian yang engkau ungkapkan, maka sesungguhnya di dalam diri mereka ada
empat sifat (istimewa), yaitu sesungguhnya mereka adalah manusia paling tenang
ketika datang fitnah, paling cepat sadar ketika terjadi musibah, paling cepat
menyerang setelah mundur, dan sebaik-baiknya (manusia) dalam menghadapi orang
miskin, anak yatim dan orang lemah, dan yang kelima adalah sesuatu yang indah
lagi elok, yaitu mereka orang yang paling bersemangat mencegah kezhaliman para
penguasa. (Riwayat Muslim).*
Sumber: https://bachtiarnasir.com/tadzkirah/hukum-mencaci-muslim-dan-memuji-orang-kafir/