Oleh:
KH.
Bachtiar Nasir
SAUDARAKU
seiman, jangan sampai hari-hari begitu saja berlalu, tetapi ketakwaan kita tak
bertambah. Jangan sampai kita bertakwa kepada Allah sambil lalu, sementara
untuk urusan dunia kita begitu bersungguh-sungguh bahkan tak kenal waktu. Yang
paling tragis dalam dunia ini adalah kalau intensitas dunia masih lebih besar
porsinya dari akhirat. Disinilah akan tumbuh benih-benih kemunafikan dan
keingkaran terhadap hari kebangkitan yang pasti terjadi.
ٱتْلُ مَآ
أُوحِىَ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ
عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ
مَا تَصْنَعُونَ
“Bacalah
Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah
salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan
(ketahuilah) mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah
yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Surat Al-Ankabut ayat
45).
Ada tiga
ibadah besar bagi orang-orang ingin beruntung di dunia dan akhirat ini. Bagi
orang-orang yang tidak ingin lelah dan tidak ingin dikacaukan oleh kehidupan
dunia yang sementara ini, maka dia akan menjadi orang kaya yang
sebenar-benarnya ketika ketiga ibadah besar di ayat ini dikerjakan dengan baik.
Pertama, bacalah
Alquran setiap hari. Bukan haya membaca, tetapi juga menghapal, mentadabburi,
dan mengamalkannya. Ada lima metodologi dalam mengimplementasikan Alquran yang
saya lakukan selama ini:
a. Belajar
Alquran
b.
Mempelajari secara mendalam
c.
Mengamalkannya
d.
Mengambil pelajaran
e.
Mengajarkan kepada orang lain.
Sebagaimana
hadist Rasulullah Muhammad saw yang berasal dari Utsman bin Affan ra yang
berkata,
عن عثمانَ بن
عفانَ رضيَ اللَّه عنهُ قال : قالَ رسولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم :
« خَيركُم مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعلَّمهُ » رواه البخاري
“Bahwa
Rasulullah saw bersabda, ‘Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari ilmu
Alquran dan mengajarkannya’.” (Riwayat Bukhari).
Kedua,
mendirikan shalat. Orang yang membaca Al-Qur’an tetapi tidak mendirikan shalat biasanya
kacau perjalanan hidupnya. Pola pikirnya berantakan. Perilakunya tidak tertata
dengan baik. Ia seringkali menguntungkan orang kafir, tetapi menjadi musibah
bagi orang-orang beriman. Pikiran mereka seringkali terombang-ambing dengan
pola pikir yang menyesatkan. Sehingga mereka berpikir kebaikan ala pluralisme
adalah jalan terbaik untuk menciptakan kedamaian. Padahal jelas dan nyata bahwa
kedamaian dan kebaikan itu hanya akan tercipta manakala mengikuti perintah
Allah dan teladan Rasul-Nya. Apa penyebabnya? Tak lain karena tauhid tidak
menjadi dasar cara pandangnya; karena Alquran bukanlah panduan hidupnya.
Shalat
yang didahului oleh tilawah Alquran akan mencegah yang keji (Al-Fahsya) dan
mungkar. Yang disebut dengan al-Fahsya adalah sesuatu yang diagungkan oleh hawa
nafsu kita. Apa yang dicari dengan nafsu yang ada dalam hidup kita? Tentu tidak
jauh dari harta, tahta, dan wanita. Maraknya fenomena perceraian pasangan
muslim di Indonesia, tidak lepas dari pengagungan hawa nafsu ini. Suami yang
tidak bertanggung-jawab dan cenderung mengikuti nafsunya sendiri baik untuk
mengejar harta, tahta, atau wanita; menjadi penyebab kronis perceraian di
Indonesia.
Para suami
tidak bisa mendidik istri dan anak-anaknya bahkan yang lebih parah adalah para
suami yang tidak menceraikan istrinya tetapi juga tidak menggauli istrinya. Ini
adalah suami-suami pengecut yang pastinya juga menelantarkan anak-anaknya.
Kerja pergi pagi, pulang malam. Meeting bisnis sampai larut malam. Benarkah
untuk ibadah? Apa yang kita perbanyak, tetapi tidak ada Allah di dalamnya, maka
itu termasuk dengan “Alhakumuttakatsur”. Meskipun kita berdalih bahwa itu
menyangkut maslahat untuk orang banya, tetapi jika bukan untuk Allah, tidak
melibatkan Allah, dan melalaikan Allah, maka itu termasuk dengan apa yang
dimaksud dalam surat At-Takatsur.
أَلْهَىٰكُمُ
ٱلتَّكَاثُرُ
حَتَّىٰ زُرْتُمُ
ٱلْمَقَابِرَ
كَلَّا سَوْفَ
تَعْلَمُونَ
ثُمَّ كَلَّا
سَوْفَ تَعْلَمُونَ
كَلَّا لَوْ
تَعْلَمُونَ عِلْمَ ٱلْيَقِينِ
لَتَرَوُنَّ
ٱلْجَحِيمَ
ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا
عَيْنَ ٱلْيَقِينِ
ثُمَّ لَتُسْـَٔلُنَّ
يَوْمَئِذٍ عَنِ ٱلنَّعِيمِ
“Berbangga-bangga
dalam memperbanyak (dunia) telah melalaikanmu, sampai kamu masuk ke dalam
kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu).
Sekali-kali tidak (jangan melakukan itu)! Kelak kamu akan mengetahui
(akibatnya). Sekali-kali tidak (jangan melakukan itu)! Sekiranya kamu
mengetahui dengan pasti, niscaya kamu tidak akan melakukannya). Pasti kamu
benar-benar akan melihat (neraka) Jahim. Kemudian, kamu pasti benar-benar akan
ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu). (Surat
At-Takatsur ayat 1-8).
Mari kita
pikirkan, apa yang dapat diterima oleh Allah di alam kubur? Apakah
amalan-amalan yang kita perbuat “laku” di alam kubur? Mari kita evaluasi
kembali apa yang kita lakukan. Tinjaulah kembali apakah amalan shalat kita
menjauhkan dari fahsya wal mungkar?
Lalu apa
itu kemungkaran? Perbuatan mungkar itu adalah maksiat yang tidak bisa diterima
oleh akal sehat manusia. Disinilah pentingnya seorang mu’min memiliki ilmu,
sehingga dia tidak akan terjebak oleh doktrin kemanusiaan yang intinya menolak
otoritas selain dirinya mengatur diri dan cara hidupnya. Hal ini jelas
bertentangan dengan kehendak Allah Ta’ala yang menginginkan kita tunduk patuh
pada aturan-Nya.
Ketiga,
wala dzikrullahi akbar. Jika kita membuka Alquran dan mencari kata katsiran
maka yang disifatinya adalah zikir. Jadi di dunia ini sebenarnya kita bukan
disuruh banyak kerja, tetapi banyak zikir. Orang yang banyak zikir adalah orang
yang bekerja dengan cerdas yang sebenarnya.
Banyak
motivator yang mengatakan untuk kerja ikhlas, kerja cerdas, kerja keras, dan
kerja tuntas. Cerdas disini masih dalam kacamata keduniaan saja. Sesungguhnya
orang yang cerdas adalah orang yang bekerjanya melibatkan malaikat. Orang yang
cerdas sesungguhnya adalah dia yang dalam bekerja banyak dilimpahi oleh
keridaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bagaimana
cara kerjanya? Berzikirlah. Orang yang banyak beristighfar maka akan terbukalah
pintu-pintu kebaikan di depan matanya. Orang yang banyak bertasbih adalah orang
yang mengambil kata yang paling mulia yang diajarkan oleh Allah Yang Maha
Mulia. Sehebat-hebat zikir adalah shalat.
Sehebat-hebatnya
ibadah adalah shalat. Dan, sehebat-sehebatnya shalat adalah apabila dengan
shalat itu Allah selalu mengingat kita. Bekerjalah bersama Allah dan jadikanlah
Allah tujuan di dalam apa yang kita kerjakan. Insyaallah, kita akan menjadi
mereka yang beruntung dan tidak akan pernah kelelahan karena kita tidak
diperbudak oleh dunia.*
Sumber: https://bachtiarnasir.com/tadzkirah/tiga-ibadah-penting-penyelamat-manusia/